Minggu, 25 September 2011

TUGAS METODE RISET I

ANALISIS JURNAL I
MUSIM KEMARAU

“Kebakaran Hutan”
Ethika Kurniawati / 13209644 / 3EA10, 2011
Email : Thikachayangcmua@yahoo.com

Berdasarkan judul di atas, tema yang di dapat adalah musim kemarau. Musim kemarau adalah suatu musim didaerah tropis yang dipengaruhi oleh angin muson. Hal tersebut menghasilkan pemikiran-pemikiran tentang berbagai macam akibat dari musim kemarau tersebut, yakni : a. Kebakaran hutan, b. Harga dan pasokan beras, c. Kekeringan dan kesulitan air bersih. Tujuan penulisan analisis jurnal adalah untuk mengetahui bahwa musim kemarau sangat berpengaruh terhadap masyarakat.
• TEMA
“Musim Kemarau”
• PENDAHULUAN
1. Latar belakang masalah
Musim kemarau tidak hanya berdampak pada kekeringan sawah dan kesulitan air bersih, akan tetapi juga meningkatkan terjadinya kebakaran hutan di Jawa Timur. Akibatnya, ribuan pohon mati, polusi udara, serta ratusan keluarga yang tinggal di permukiman dekat hutan terancam. Musim kemarau selalu diikuti dengan potensi yang tinggi terjadinya kebakaran, baik itu kebakaran bangunan maupun kebakaran hutan.
2. Fenomena (data dan berita)
a) Kebakaran hutan di Lampung

Cuaca berupa musim panas yang cukup panjang saat ini, mulai memunculkan dampak serius dan mengkhawatirkan. Selain kekeringan, musim kemarau mulai memicu kebakaran serta meluasnya penyakit diare dan infeksi pernapasan (inpa). Di Bandarlampung kebakaran terjadi di Bukit Umbul Bula, Gang Sukajadi, Jalan Cut Nyak Dien, Kelurahan Palapa, Kecamatan Tanjungkarang Pusat, Bandarlampung, tepatnya di depan Taman Budaya Provinsi Lampung. Penyebab kebakaran hingga kini belum diketahui secara pasti, pihak pemadam kebakaran belum berhasil mengetahui sumber api, namun dalam kebakaran ini tidak ada korban jiwa. Sebab api dengan cepat dijinakkan oleh petugas pemadam kebakaran. Kapolsek Tanjungkarang Pusat, Iptu Setyawan Dwi, mengatakan, sampai saat ini belum diketahui penyebab kebakaran dan masih dalam penyelidikan, "Belum diketahui (penyebab), nanti akan kita selidiki," ujarnya.

b) Kebakaran hutan di Jawa Timur
Kepala Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Pacitan, Ruminarto, Jumat (23/9/2011), mengatakan, selama musim kemarau Agustus-September 2011, tercatat sedikitnya 13 kali kebakaran hutan di wilayahnya. Padahal pada periode yang sama tahun 2010, tidak ada laporan terjadi kebakaran. Luas areal hutan yang terbakar mencapai 25 hektar, dari luas keseluruhan hutan rakyat sebanyak 69.400 hektar. Hutan yang terbakar itu tersebar di empat desa di Kecamatan Pacitan yakni Desa Sambong, Desa Semanten, Desa Bolosingo, dan Desa Bangunsari. "Sebagian hutan rakyat di Pacitan memang rawan terbakar, terutama hutan yang tidak dikelola atau ditelantarkan oleh pemiliknya. Pada musim kemarau ini temperatur udara memang tinggi, sehingga kalau ada masyarakat yang sembrono atau lalai bisa memicu kebakaran hutan," ujar Ruminarto.
Sementara itu pada Jumat siang, hutan jati di petak 298 A Resor Pemangkuan Hutan Wungu, Badan Kesatuan Pemangkuan Hutan Dungus, Kesatuan Pemangkuan Hutan Madiun, terbakar. Kebakaran itu menimbulkan asap hitam pekat yang membubung di udara, sehingga kebakaran bisa dilihat dari jarak lima kilometer. Dari pantauan di lapangan terdapat sedikitnya tiga titik lokasi kebakaran, akan tetapi Asisten Perhutani BKPH Dungus Suyanto mengatakan kebakaran hanya terjadi di satu titik, dengan luas areal yang terbakar mencapai 0,3 hektar.
Di Madiun, kebakaran hutan juga meningkat tajam selama musim kemarau. Wakil Administratur Perhutani KPH Madiun, Bambang Cahyo, mengatakan, selama 2011 hingga pertengahan Agustus lalu pihaknya sudah menerima 20 laporan kebakaran di hutan seluas 31.000 hektar.
• TINJAUAN PUSTAKA
Pada musim kemarau, temperatur udara sangat tinggi sehingga menyebabkan kebakaran hutan. Penyebab kebakaran hutan adalah sambaran petir pada hutan yang kering karena musim kemarau yang panjang dan kebakaran di bawah tanah atau ground fire pada daerah tanah gambut yang dapat menyulut kebakaran di atas tanah pada saat musim kemarau. Adapun akibat dari kebakaran hutan adalah :
1. Menyebarkan emisi gas karbondioksida ke atmosfer. Kebakaran hutan pada 1997 menimbulkan emisi atau penyebaran sebanyak 2,6 miliar ton karbondioksida ke atmosfer (sumber majala Nature 2002), sebagai perbandingan total emisi karbondioksida di seluruh dunia pada tahun tersebut adalah 6 miliar ton.
2. Terbunuhnya satwa liar dan musnahnya tanaman baik karena kebakaran, terjebak asap atau rusaknya habitat, kebakaran juga dapat menyebabkan banyak spesies endemik atau khas di suatu daerah turut punah sebelum sempat dikenal atau diteliti.
3. Musnahnya bahan baku industri perkayuan, mebel atau furniture. Lebih jauh lagi hal ini dapat mengakibatkan perusahaan perkayuan terpaksa ditutup karena kurangnya bahan baku dan puluhan ribu pekerja menjadi penganggur atau kehilangan pekerjaan.
4. Meningkatnya jumlah penderita penyakit infeksi saluran pernapasan atas (ISPA) dan kanker paru-paru. Hal ini bisa menyebabkan kematian bagi penderita berusia lanjut dan anak-anak.
5. Asap yang ditimbulkan menyebabkan gangguan di berbagai segi kehidupan masyarakat antara lain pendidikan, agama dan ekonomi. Banyak sekolah yang terpaksa diliburkan pada saat kabut asap berada di tingkat yang berbahaya. Penduduk dihimbau tidak bepergian jika tidak ada keperluan mendesak. Hal ini mengganggu kegiatan keagamaan dan mengurangi kegiatan perdagangan atau ekonomi. Gangguan asap juga terjadi pada sarana perhubungan atau transportasi yaitu berkurangnya batas pandang. Banyak pelabuhan udara yang ditutup pada saat pagi hari di musim kemarau karena jarak pandang yang terbatas bisa berbahaya bagi penerbangan. Sering terjadi kecelakaan tabrakan antar perahu di sungai-sungai, karena terbatasnya jarak pandang.
• METODE PENELITIAN
Objek penelitian ini adalah hutan. Data yang digunakan adalah data yang diperoleh dari berbagai macam media cetak (koran) dan media elektronik (komputer, dengan cara browsing sejumlah data dan informasi yang diperlukan).

Alat analisis yang digunakan adalah analisis deskriftif, yaitu penulis menganalisis atau menguraikan sesuai kenyataan yang ada, sehingga diperoleh suatu kesimpulan.

• KESIMPULAN
1. Musim kemarau berpotensi tinggi menyebabkan kebakaran hutan.
2. Kebakaran hutan menyebabkan banyak kerugian, diantaranya perusahaan kayu ditutup karena bahan kayu yang didapat dari hutan sudah terbakar.
3. Kebakaran hutan mempengaruhi kesehatan masyarakat, sebab masyarakat setempat banyak yang terkena ISPA (Infeksi Saluran Pernafasan).

• DAFTAR PUSTAKA
1. Baumgardner, D., et al. 2003. Warming of the Arctic lower stratosphere by light absorbing particle. American Geophysical Union fall meeting. Dec. 8-12. San Francisco.
2. Fromm, M., et al. 2003. Stratospheric smoke down under: Injection from Australian fires/convection in January 2003. American Geophysical Union fall meeting. Dec. 8-12. San Francisco.
3. Makarim, N., et al. (BAPEDAL and CIDA-CEPI). 1998, Assessment of 1997 Land and Forest Fires in Indonesia: National Coordination. From "International Forest Fire News" #18, page 4-12, January 1998.
4. 06/09/2011. Dampak Kemarau di Lampung Mulai Mengkhawatirkan. Harian Kupas Tuntas, Bandar lampung.
5. 22/23/2011. Akibat Kemarau.http://www.google.com
6. 23/09/2011. Kebakaran Hutan di Jatim Meningkat Tajam. Kompas, Pacitan.



ANALISIS JURNAL II
MUSIM KEMARAU

“Harga dan Pasokan Beras”
Ethika Kurniawati / 13209644 / 3EA10, 2011
Email : Thikachayangcmua@yahoo.com

Berdasarkan judul di atas, tema yang di dapat adalah musim kemarau. Musim kemarau adalah suatu musim didaerah tropis yang dipengaruhi oleh angin muson. Hal tersebut menghasilkan pemikiran-pemikiran tentang berbagai macam akibat dari musim kemarau tersebut, yakni : a. Kebakaran hutan, b. Harga dan pasokan beras, c. Kekeringan dan kesulitan air bersih. Tujuan penulisan analisis jurnal adalah untuk mengetahui bahwa musim kemarau sangat berpengaruh terhadap masyarakat.
• TEMA
“Musim Kemarau”
• PENDAHULUAN
1. Latar belakang masalah
Musim kemarau sangat besar pengaruhnya terhadap pemasokan beras, karena apabila musim kemarau terjadi di wilayah-wilayah penghasil beras atau padi maka lahan yang ditanami padi tersebut akan mengalami kekeringan akibat musim kemarau yang terjadi. Gagal panen yang dirasakan para petani akan menyebabkan harga beras melonjak tinggi di kalangan masyarakat.
2. Fenomena (data dan berita)
a) Kekeringan dan harga beras di Yogyakarta

Perum Badan Urusan Logistik (Bulog) Devisi Regional (Drive) DIY menyatakan kondisi musim kemarau yang berkepanjangan di DIY tidak mempengaruhi produksi beras maupun terancam rawan pangan. Pasokan beras yang dimiliki Bulog sendiri mencapai 6.500 ton dan tiap kabupaten atau kota memiliki jatah 100 ton yang bisa digunakan untuk kondisi tertentu, sehingga masyarakat tidak perlu khawatir akan peningkatan harga beras dipasaran.

Kepala Drive Bulog DIY, Darsono Imam Yuwono mengatakan hampir seluruh wilayah di Indonesia mengalami kekeringan, namun di DIY kekeringan yang terjadi tidaklah ekstrim. Apalagi musim panen dan musim tanam di masing-masing kabupaten tidaklah serempak tetapi bergiliran. Mengenai persedian beras digudang Bulog, dikatakannya masih aman hingga akhir tahun yang mencapai 6.500 ton beras sudah siap digudang Bulog dan sedang dalam proses untuk ditambah lagi. Akhir September ini stok akan mencapai 10.500 ton. Keuntungan di DIY karena sistem panen lumintu atau terus menerus dan berkelanjutan,” pungkasnya. (19/09/2011, Musim Kemarau Pasokan Beras DIY Aman, Kr.jogja.com).

b) Kekeringan dan harga beras di Semarang
Harga beras di Kota Semarang, Jawa Tengah, cenderung naik Rp 200-Rp 300 per kilogram pasca lebaran, harga beras medium kini tembus Rp 8.300 per kg, lebih tinggi Rp 300 seminggu jelang Lebaran. Kenaikan harga beras ini diduga dipicu puncak musim kemarau pertengahan September, pedagang kesulitan memperoleh pasokan beras di pedesaan. Sejumlah pedagang beras di Pasar Induk Beras Dargo dan Pasar Bulu, Kota Semarang, Selasa (13/9), mengatakan, kenaikan harga ini dampak terbatasnya stok gabah pedagang pengepul dan pengusaha penggilingan padi di sentra beras seperti di Demak, Grobogan, Pati, Pekalongan, Klaten, dan Sukoharjo. “Sekarang minta kiriman beras tidak segampang saat musim panen, pedagang lebih suka menyimpan gabah dibanding menjualnya,” ujar Riyanto, pedagang beras di Pasar Bulu. Lebaran justru terjadi penurunan permintaan beras di masyarakat, dan harga beras kembali stabil. Harga beras harusnya turun Rp 100-Rp 250 per kg untuk jenis beras medium dan super. Nyatanya, dalam seminggu ini, harga beras ada yang bertahan tinggi, dan sebagian malah naik, (14/09/2011, Kompas).
c) Kekeringan dan harga beras di Jawa Barat
Di Kabupaten Tasikmalaya, Jawa Barat, sekitar 49.000 hektar sawah dinyatakan puso. Kepala Dinas Pertanian dan Tanaman Pangan Kabupaten Tasikmalaya Atik Sobari mengatakan, kekeringan ini terjadi merata di beberapa kecamatan di Tasikmalaya. Kondisi serupa juga melanda Kabupaten Purwakarta (Jawa Barat) dan Purworejo (Jawa Tengah), (14/09/2011, Kompas).
• TINJAUAN PUSTAKA

Musim kemarau yang berkepanjangan menyebabkan kekeringan di sejumlah lahan pertanian para petani penghasil padi, kekeringan yang terjadi ini menyebabkan sejumlah petani gagal panen karena proses pertumbuhan dan pembuahan padi menjadi terganggu, serta harga pasokan beras meningkat tinggi. Begitupun sama halnya seperti harga beras yang dipasarkan kepada masyarakat mengalami peningkatan harga. Para pedagang beras pun mengalami krisis stok beras karena proses pemasokan yang mengalami keterlambatan akibat panen yang tertunda, bahkan ada beberapa petani kehilangan mata pencaharian mereka.

Di pasaran, harga beras jenis IR-64 kini Rp 8.000 per kg, naik dari sebelumnya Rp 7.800. Beras C4 medium bertahan Rp 7.800 per kg dari semula Rp 7.600. Beras super seperti beras pandanwangi tembus Rp 9.000 per kg dari sebelumnya Rp 8.800, sedangkan harga beras rojolele kini Rp 8.900 per kg. Hal ini tentu sangat memprihatinkan dan sangat mengharapkan pemerintah dapat membantu disektor pertanian, begitupula dengan nasib para petani yang gagal panen. Pemerintah diharapakan membantu dalam proses irigasi pada saat musim kemarau, seperti mengadakan pompa air yang lebih banyak agar saat kesulitan air pompa air tersebut dapat digunakan untuk irigasi dan menyiagakan truk tangki pemasok air bersih, serta menyiapkan bantuan bibit benih kepada petani yang gagal panen.

• METODE PENELITIAN

Objek penelitian ini adalah sawah. Data yang digunakan adalah data yang diperoleh dari berbagai macam media cetak (koran) dan media elektronik (komputer, dengan cara browsing sejumlah data dan informasi yang diperlukan).

Alat analisis yang digunakan adalah analisis deskriftif, yaitu penulis menganalisis atau menguraikan sesuai kenyataan yang ada, sehingga diperoleh suatu kesimpulan.

• KESIMPULAN
1. Musim kemarau sangat berpengaruh terhadap hasil panen pertanian dan harga pasokan beras.
2. Musim kemarau menyebabkan harga beras di pasaran semakin tinggi, dan hal ini sangat mempengaruhi konsumen.
3. Diharapkan pemerintah dapat membantu sektor pertanian, karena akibat musim kemarau banyak petani yang gagal panen dan kehilangan mata pencahariannya.

• DAFTAR PUSTAKA
1. 14/09/2011. Puncak Kemarau Memicu Harga Beras. Kompas
2. 19/09/2011, Musim Kemarau Pasokan Beras DIY Aman, Kr.jogja.com.
3. 22/23/2011. Akibat Kemarau.http://www.google.com
4. http://nasional.kompas.com/read/2011/09/14/04473593/Puncak.Kemarau.Memicu.Harga.Beras




ANALISIS JURNAL III
MUSIM KEMARAU

“Kekeringan dan Kesulitan Air Bersih”
Ethika Kurniawati / 13209644 / 3EA10, 2011
Email : Thikachayangcmua@yahoo.com

Berdasarkan judul di atas, tema yang di dapat adalah musim kemarau. Musim kemarau adalah suatu musim didaerah tropis yang dipengaruhi oleh angin muson. Hal tersebut menghasilkan pemikiran-pemikiran tentang berbagai macam akibat dari musim kemarau tersebut, yakni : a. Kebakaran hutan, b. Harga dan pasokan beras, c. Kekeringan dan kesulitan air bersih. Tujuan penulisan analisis jurnal adalah untuk mengetahui bahwa musim kemarau sangat berpengaruh terhadap masyarakat.
• TEMA
“Musim Kemarau”
• PENDAHULUAN
1. Latar belakang masalah
Musim kemarau sangat berpengaruh terhadap keadaan dan ketersediaan air, baik di desa maupun kota. Musim kemarau menyebabkan debit air di beberapa sumber mata air menjadi kering.
2. Fenomena (data dan berita)
a) Kekeringan dan kesulitan air di Makasar
Sejumlah warga di Kelurahan Tallo Baru dan Kalukuang, Kecamatan Panakkukang, Makassar, Sulawesi Selatan, mulai kesulitan mendapatkan air bersih, Senin (5/9/2011). Mereka harus membeli air seharga Rp 2.500 per jerigen karena pasokan dari Perusahaan Daerah Air Minum nyaris terhenti, kami harus begadang karena air baru mengalir setelah pukul 12 malam, ungkap Daeng Ratang (40), warga RT 002 RW 001 Kelurahan Tallo Baru. Menurut dia, air yang baru mengalir pada dini hari itu telah berlangsung selama sepekan terakhir. Aliran yang kembali terhenti menjelang subuh membuat warga terpaksa membeli air bersih pada pagi harinya untuk keperluan sehari-hari.
Sementara Zubaedah (45), warga lorong 3 Kelurahan Tallo Baru , mengaku harus mengambil air di sumur yang ada di masjid dekat rumahnya. Tak jarang ia harus antre mengingat banyaknya warga yang membutuhkan air bersih. Keluhan lain disampaikan Hasnah (36), warga Kelurahan Kalukuang, ia membeli dua jerigen air setiap hari hanya untuk makan dan minum karena air dari PDAM, yang hanya sesekali mengalir, sangat keruh. Adapun untuk kebutuhan mandi dan mencuci, Hasnah mengambil air dari sumur tetangga.
Humas PDAM Kota Makassar, Darwis Rapi, mengatakan, krisis air bersih terjadi karena berkurangnya produksi air di Instal asi Pengolahan Air (IPA) II Panaikang. Instalasi yang biasanya mampu menyuplai air hingga 1.000 liter per detik kini hanya mampu memasok air sekitar 300 liter per detik. Keberadaan tangki diharapkan mampu meredam krisis air bersih selama musim kemarau berlangsung, kami juga terus berupaya mengatasi kebocoran pipa agar pelayanan tidak semakin terganggu, ungkap Darwis. Berdasarkan catatan PDAM, masih terdapat 1.135 titik kebocoran dari total panjang saluran 2.700 kilometer sejak Maret silam.

b) Kekeringan dan kesulitan air di Banyumas
Kepala Dinas Kehutanan dan Perkebunan (Dishutbun) Kabupaten Banyumas Ir Wisnu Hermawanto ketika dihubungi Senin (6/8) menjelaskan, beberapa sumber mata air yang ada di wilayah Banyumas bagian barat dan selatan debitnya sudah berkurang. “Kemungkinan puncaknya nanti pada akhir Agustus 2007, dengan catatan selama bulan ini tidak hujan,” kata Wisnu Hermawanto. Menurunnya debit air dari sumber mata air juga menyebabkan sedikitnya 375 hektar tanaman padi berumur muda di 13 kecamatan Kabupaten Banyumas terancam kekeringan lantaran petani kesulitan untuk mengairi dari saluran irigasi.
Sejumlah kecamatan yang paling parah kekurangan air seperti Kecamatan Ajibarang, Jatilawang, Purwojati, Rawalo, Sumpiuh, Tambak, Kalibagor dan Banyumas. Untuk mengatasi permasalahan tersebut Pemkab Banyumas melalui Dinas Pertanian dan Tanaman Pangan (Dispertan) sudah memberikan 113 pompa air kepada kelompok tani (Klomtan) yang sawahnya kekeringan. “Pompa air tersebut merupakan bantuan dari Pemprop Jawa Tengah dan Pemkab Banyumas sejak tahun 2002. Hingga sekarang kondisi pompa air masih bisa dipakai untuk menyedot air dari sungai ke sawah,” kata Kepala Dispertan dan Tanaman Pangan Kabupaten Banyumas Ir Djoko Wikanto saat dihubungi terpisah .
Para petani menjelaskan, sekitar 3 minggu mulai kesulitan air, akibat irigasi yang diandalkan mengering. Padahal tanaman padi yang berumur sekitar dua puluh hari tersebut sangat membutuhkan air. Jika tidak segera dialiri air, kemungkinan tanaman padi akan puso.
c) Kekeringan dan kesulitan air di Bekasi
Jumlah keseluruhan produksi air bersih sekitar 2.060 liter per detik dengan jumlah pelanggan sekitar 151 ribu, jumlah tersebut masih minim karena hanya melayani sekitar 15 persen dari total 2,3 juta jiwa penduduk Kabupaten Bekasi dan baru melayani 25 persen dari 2,3 juta jiwa penduduk Kota Bekasi. Pasokan air di luar Kecamatan Bojongmangu, kata Endang, masih bagus, namun PDAM khawatir karena sumber air baku hanya dari Waduk Jatiluhur yang mengalir di Sungai Citarum Barat. Kondisi air Waduk Jatiluhur terus menyusut dan diperkirakan hanya cukup untuk 80 hari ke depan.
Saat ini, kata Endang, PDAM belum menemukan solusi mengatasi krisis air apabila sumber air baku mengering. Potensi sumber air tanah sangat sedikit, seperti sumber air tanah di Pondok Gede yang dikelola PDAM yang hanya mampu memproduksi 10 liter per detik, “Hanya cukup untuk satu lingkungan perumahan,” katanya. Upaya lain adalah dengan membeli air bersih dari PDAM Patriot milik Pemerintah Kota Bekasi, namun hal itu dinilai terlalu mahal biayanya. Sebulan, PDAM membeli sekitar 4.000 meter kubik air dengan harga Rp 1 miliar.
Selain krisis air baku, PDAM Tirta Bhagasasi hanya memiliki alat pengolahan air (water tratmen plant) dengan kapasitas terbatas sehingga harus diganti. Apalagi saat ini jumlah daftar tunggu pelanggan sekitar 60 ribu rumah tangga yang belum bisa dilayani karena kemampuan produksinya terbatas. Untuk meningkatkan kapasitas produksi air bersih, PDAM akan bekerja sama dengan PT Bekasi Putra Jaya dan Badan Usaha Milik Daerah Kabupaten Bekasi. Kerja sama itu untuk membangun satu unit water tratmen plant di Tegal Gede, Kecamatan Cikarag Selatan, dengan kapasitas 1.000 liter per detik. Nilai investasi pembangunan alat pengolahan air bersih itu, menurut Endang, tidaklah sedikit. Produksi air setiap 100 liter per detik membutuhkan dana operasi sekitar Rp 3-5 miliar.

• TINJAUAN PUSTAKA
Musim kemarau sangat besar pengaruhnya terhadap ketersediaan air, bahkan banyak sekali sumber-sumber mata air yang mulai mengering. Keadaan seperti ini sangat mengganggu aktifitas masyarakat, terlebih lagi keadaan seperti ini sangat berpengaruh terhadap kesediaan air bersih yang biasanya digunakan masyarakat untuk kebutuhan sehari-hari, seperti minum, memasak dan mencuci. Terkait dengan kekeringan yang terjadi masyarakat pun harus membeli air bersih, untuk didaerah tertentu beberapa warga memanfaatkan pompa air yang ada untuk mendapatkan air bersih, bahkan ada yang rela untuk mengantri berlama-lama untuk mendapatkan air bersih.

Di daerah tertentu masih ada sumur warga yang bisa dimanfaatkan, namun tak jarang pula sumur tersebut ikut mengering karena musim kemarau yang berkepanjangan ini. Terkait hal ini warga yang yang kurang mampu mengambil air di sungai, namun bila di daerah setempat tidak ada sungai biasanya warga mengendapkan air yang kekuning-kuningan dari sumur yang sudah mengering untuk kebutuhan sehari-hari.

Akibat kelangkaan air pun menyebabkan sawah-sawah mengering dan para petani mengalami gagal panen karena kesulitan mendapatkan air untuk pengairan sawah mereka melalui saluran irigasi.

• METODE PENELITIAN
Objek penelitian ini adalah air. Data yang digunakan adalah data yang diperoleh dari berbagai macam media cetak (koran) dan media elektronik (komputer, dengan cara browsing sejumlah data dan informasi yang diperlukan).

Alat analisis yang digunakan adalah analisis deskriftif, yaitu penulis menganalisis atau menguraikan sesuai kenyataan yang ada, sehingga diperoleh suatu kesimpulan.

• KESIMPULAN
1. Musim kemarau menyebabkan masyarakat kesulitan mendapatkan air bersih.
2. Sebagian masyarakat bahkan harus mengeluarkan uang untuk membeli air bersih untuk kebutuhan sehari-hari.
3. Kelangkaan air menyebabkan para petani kesulitan mendapatkan air untuk pengairan sawah mereka.

• DAFTAR PUSTAKA
1. Harahap Aswin. 05/09/2011. Warga Kesulitan Air Bersih. Kompas, Makasar
2. Lukmansyah Oki. 13/09/2011. Warga Bekasi Mulaai Kesulitan Air Bersih. Tempo Interaktif, Bekasi
3. http://regional.kompas.com/read/2011/09/23/20240644/Kesulitan.Air.Bersih.Meluas.Sumur.di.Pedesaan.Mengering.
4. http://www.perumperhutani.com/komunitas/pustaka/berita/?sub=40
5. 22/23/2011. Akibat Kemarau.http://www.google.com