Minggu, 20 November 2011

TUGAS PERILAKU KONSUMEN V


KEPRIBADIAN DAN GAYA HIDUP


A.    KEPRIBADIAN

1.      Pengertian Kepribadian
Kepribadian adalah keseluruhan cara di mana seorang individu bereaksi dan berinteraksi dengan individu lain. Kepribadian paling sering dideskripsikan dalam istilah sifat yang bisa diukur yang ditunjukkan oleh seseorang.
  1. Kepribadian menurut pengertian sehari-hari
Disamping itu kepribadian sering diartikan dengan ciri-ciri yang menonjol pada diri individu, seperti kepada orang yang pemalu dikenakan atribut berkepribadian pemalu. Kepada orang supel diberikan atribut berkepribadian supel dan kepada orang yang plin-plan, pengecut, dan semacamnya diberikan atribut tidak punya kepribadian.

  1. Kepribadian menurut psikologi
Berdasarkan penjelasan Gordon Allport tersebut kita dapat melihat bahwa kepribadian sebagai suatu organisasi (berbagai aspek psikis dan fisik) yang merupakan suatu struktur dan sekaligus proses. Jadi, kepribadian merupakan sesuatu yang dapat berubah. Secara eksplisit Allport menyebutkan, kepribadian secara teratur tumbuh dan mengalami perubahan.

2.      Teori Kepribadian Psikodinamika

  •   Teori Freud

Sigmund Freud berpendapat bahwa kepribadian terdiri dari tiga sistem utama : id, ego, dan superego. Setiap tindakan kita merupakan hasil interaksi dan keseimbangan antara ketiga sistem tersebut.
  •   Teori Jung

Carl Jung pada awalnya adalah salah satu sahabat terdekat Freud dan anggota lingkaran koleganya, tetapi pertemanan mereka berakhir dalam pertengkaran tentang ketidaksadaran. Menurut Jung, di samping ketidaksadaran individual, manusia memiliki ketidaksadaran kolektif yang mencakup ingatan universal, simbol-simbol, gambaran tertentu, dan tema-tema yang disebutya sebagai arketipe.

 

3.      Faktor-faktor Penentu kepribadian

  •   Faktor keturunan

Keturunan merujuk pada faktor genetis seorang individu. Tinggi fisik, bentuk wajah, gender, temperamen, komposisi otot dan refleks, tingkat energi dan irama biologis adalah karakteristik yang pada umumnya dianggap, entah sepenuhnya atau secara substansial, dipengaruhi oleh siapa orang tua dari individu tersebut, yaitu komposisi biologis, psikologis, dan psikologis bawaan dari individu.
Terdapat tiga dasar penelitian yang berbeda yang memberikan sejumlah kredibilitas terhadap argumen bahwa faktor keturunan memiliki peran penting dalam menentukan kepribadian seseorang, yaitu :
ü  Dasar pertama berfokus pada penyokong genetis dari perilaku dan temperamen anak-anak.
ü  Dasar kedua berfokus pada anak-anak kembar yang dipisahkan sejak lahir.
ü  Dasar ketiga meneliti konsistensi kepuasan kerja dari waktu ke waktu dan dalam berbagai situasi.
Penelitian terhadap anak-anak memberikan dukungan yang kuat terhadap pengaruh dari faktor keturunan, bukti menunjukkan bahwa sifat-sifat seperti perasaan malu, rasa takut, dan agresif dapat dikaitkan dengan karakteristik genetis bawaan. Temuan ini mengemukakan bahwa beberapa sifat kepribadian mungkin dihasilkan dari kode genetis sama yang memperanguhi faktor-faktor seperti tinggi badan dan warna rambut.
Para peneliti telah mempelajari lebih dari 100 pasangan kembar identik yang dipisahkan sejak lahir dan dibesarkan secara terpisah, ternyata peneliti menemukan kesamaan untuk hampir setiap ciri perilaku, ini menandakan bahwa bagian variasi yang signifikan di antara anak-anak kembar ternyata terkait dengan faktor genetis. Penelitian ini juga memberi kesan bahwa lingkungan pengasuhan tidak begitu mempengaruhi perkembangan kepribadian atau dengan kata lain, kepribadian dari seorang kembar identik yang dibesarkan di keluarga yang berbeda ternyata lebih mirip dengan pasangan kembarnya dibandingkan kepribadian seorang kembar identik dengan saudara-saudara kandungnya yang dibesarkan bersama-sama.

  • Faktor lingkungan
Faktor lain yang memberi pengaruh cukup besar terhadap pembentukan karakter adalah lingkungan di mana seseorang tumbuh dan dibesarkan. Norma dalam keluarga, teman, dan kelompok sosial dan pengaruh-pengaruh lain yang seorang manusia dapat alami. Faktor lingkungan ini memiliki peran dalam membentuk kepribadian seseorang. Sebagai contoh, budaya membentuk norma, sikap, dan nilai yang diwariskan dari satu generasi ke generasi berikutnya dan menghasilkan konsistensi seiring berjalannya waktu sehingga ideologi yang secara intens berakar di suatu kultur mungkin hanya memiliki sedikit pengaruh pada kultur yang lain. Misalnya, orang-orang Amerika Utara memiliki semangat ketekunan, keberhasilan, kompetisi, kebebasan, dan etika kerja Protestan yang terus tertanam dalam diri mereka melalui buku, sistem sekolah, keluarga, dan teman, sehingga orang-orang tersebut cenderung ambisius dan agresif bila dibandingkan dengan individu yang dibesarkan dalam budaya yang menekankan hidup bersama individu lain, kerja sama, serta memprioritaskan keluarga daripada pekerjaan dan karier.

4.      Sifat-sifat Kepribadian

Berbagai penelitian awal mengenai struktur kepribadian berkisar di seputar upaya untuk mengidentifikasikan dan menamai karakteristik permanen yang menjelaskan perilaku individu seseorang. Karakteristik yang umumnya melekat dalam diri seorang individu adalah malu, agresif, patuh, malas, ambisius, setia, dan takut. Karakteristik-karakteristik tersebut jika ditunjukkan dalam berbagai situasi, disebut sifat-sifat kepribadian. Sifat kepribadian menjadi suatu hal yang mendapat perhatian cukup besar karena para peneliti telah lama meyakini bahwa sifat-sifat kepribadian dapat membantu proses seleksi karyawan, menyesuaikan bidang pekerjaan dengan individu, dan memandu keputusan pengembangan karier.

5.      Cara Identifikasi Kepribadian

Terdapat sejumlah upaya awal untuk mengidentifikasi sifat-sifat utama yang mengatur perilaku. Seringnya, upaya ini sekadar menghasilkan daftar panjang sifat yang sulit untuk digeneralisasikan dan hanya memberikan sedikit bimbingan praktis bagi para pembuat keputusan organisasional. Dua pengecualian adalah Myers-Briggs Type Indicator dan Model Lima Besar, selama 20 tahun hingga saat ini, dua pendekatan ini telah menjadi kerangka kerja yang dominan untuk mengidentifikasi dan mengklasifikasikan sifat-sifat seseorang.

6.      Menilai Kepribadian

Terdapat tiga cara utama untuk menilai kepribadian, yaitu :
  • Survei mandiri
  • Survei peringkat oleh pengamat
  • Ukuran proyeksi (Rorschach Inkblot test dan Thematic Apperception Test)


7.      Sifat Kepribadian Utama Yang Mempengaruhi Perilaku Organisasi

ü  Evaluasi inti diri

Evaluasi inti diri adalah tingkat di mana individu menyukai atau tidak menyukai diri mereka sendiri, apakah mereka menganggap diri mereka cakap dan efektif, dan apakah mereka merasa memegang kendali atau tidak berdaya atas lingkungan mereka. Evaluasi inti diri seorang individu ditentukan oleh dua elemen utama : harga diri dan lokus kendali. Harga diri didefinisikan sebagai tingkat menyukai diri sendiri dan tingkat sampai mana individu menganggap diri mereka berharga atau tidak berharga sebagai seorang manusia.

ü  Machiavellianisme

Machiavellianisme adalah tingkat dimana seorang individu pragmatis, mempertahankan jarak emosional, dan yakin bahwa hasil lebih penting daripada proses. Karakteristik kepribadian Machiavellianisme berasal dari nama Niccolo Machiavelli, penulis pada abad keenam belas yang menulis tentang cara mendapatkan dan menggunakan kekuasaan.

ü  Narsisisme

Narsisisme adalah kecenderungan menjadi arogan, mempunyai rasa kepentingan diri yang berlebihan, membutuhkan pengakuan berlebih, dan mengutamakan diri sendiri. Sebuah penelitian mengungkap bahwa ketika individu narsisis berpikir mereka adalah pemimpin yang lebih baik bila dibandingkan dengan rekan-rekan mereka, atasan mereka sebenarnya menilai mereka sebagai pemimpin yang lebih buruk. Individu narsisis seringkali ingin mendapatkan pengakuan dari individu lain dan penguatan atas keunggulan mereka sehingga individu narsisis cenderung memandang rendah dengan berbicara kasar kepada individu yang mengancam mereka. Individu narsisis juga cenderung egois dan eksploitif, dan acap kali memanfaatkan sikap yang dimiliki individu lain untuk keuntungannya.

ü  Pemantauan diri

Pemantauan diri adalah kemampuan seseorang untuk menyesuaikan perilakunya dengan faktor situasional eksternal. Individu dengan tingkat pemantauan diri yang tinggi menunjukkan kemampuan yang sangat baik dalam menyesuaikan perilaku dengan faktor-faktor situasional eksternal. Bukti menunjukkan bahwa individu dengan tingkat pemantauan diri yang tinggi cenderung lebih memperhatikan perilaku individu lain dan pandai menyesuaikan diri bila dibandingkan dengan individu yang memiliki tingkat pemantauan diri yang rendah.

ü  Kepribadian tipe A

Kepribadian tipe A adalah keterlibatan secara agresif dalam perjuangan terus-menerus untuk mencapai lebih banyak dalam waktu yang lebih sedikit dan melawan upaya-upaya yang menentang dari orang atau hal lain. Dalam kultur Amerika Utara, karakteristik ini cenderung dihargai dan dikaitkan secara positif dengan ambisi dan perolehan barang-barang material yang berhasil, karakteristik tipe A adalah :  
  • Selalu bergerak, berjalan, dan makan cepat
  • Merasa tidak sabaran
  • Berusaha keras untuk melakukan atau memikirkan dua hal pada saat yang bersamaan
  • Tidak dapat menikmati waktu luang
  • Terobsesi dengan angka-angka, mengukur keberhasilan dalam bentuk jumlah hal yang bisa mereka peroleh

ü  Kepribadian proaktif

Kepribadian proaktif adalah sikap yang cenderung oportunis, berinisiatif, berani bertindak, dan tekun hingga berhasil mencapai perubahan yang berarti. Pribadi proaktif menciptakan perubahan positif daalam lingkungan tanpa mempedulikan batasan atau halangan



B.     GAYA HIDUP

1.      Pengertian Gaya Hidup
Gaya hidup menurut Kotler (2002, p. 192) adalah pola hidup seseorang di dunia yang diekspresikan dalam aktivitas, minat, dan opininya. Gaya hidup menggambarkan keseluruhan diri seseorang dalam berinteraksi dengan lingkungannya. Gaya hidup menggambarkan seluruh pola seseorang dalam beraksi dan berinteraksi di dunia.
Menurut Assael (1984, p. 252), gaya hidup adalah “A mode of living that is identified by how people spend their time (activities), what they consider important in their environment (interest), and what they think of themselves and the world around them (opinions)”.

Secara umum dapat diartikan sebagai suatu gaya hidup yang dikenali dengan bagaimana orang menghabiskan waktunya (aktivitas), apa yang penting orang pertimbangkan pada lingkungan (minat), dan apa yang orang pikirkan tentang diri sendiri dan dunia di sekitar (opini).
Sedangkan menurut Minor dan Mowen (2002, p. 282), gaya hidup adalah menunjukkan bagaimana orang hidup, bagaimana membelanjakan uangnya, dan bagaimana mengalokasikan waktu.
Selain itu, gaya hidup menurut Suratno dan Rismiati (2001, p. 174) adalah pola hidup seseorang dalam dunia kehidupan sehari-hari yang dinyatakan dalam kegiatan, minat dan pendapat yang bersangkutan.
Gaya hidup mencerminkan keseluruhan pribadi yang berinteraksi dengan lingkungan. Dari berbagai definisi di atas dapat disimpulkan bahwa gaya hidup adalah pola hidup seseorang yang dinyatakan dalam kegiatan, minat dan pendapatnya dalam membelanjakan uangnya dan bagaimana mengalokasikan waktu. Faktor-faktor utama pembentuk gaya hidup dapat dibagi menjadi dua yaitu secara demografis dan psikografis. Faktor demografis misalnya berdasarkan tingkat pendidikan, usia, tingkat penghasilan dan jenis kelamin, sedangkan faktor psikografis lebih kompleks karena indikator penyusunnya dari karakteristik konsumen.



Referensi :
a.         http://www.membuatblog.web.id/2010/04/pengertian-gaya-hidup.html
b.        Robbins, Stephen P.; Judge, Timothy A. (2008). Perilaku Organisasi Buku 1, Jakarta: Salemba Empat. Hal.126-127
c.         http://www.psikologizone.com/pengertian-kepribadian-menurut-awam-dan-psikologi/06511225
d.        Wade, C.;Tavris, C. Psikologi Jilid 2, Jakarta: Erlangga, 2008, hal. 194-204.
e.         Stein, M. B.; Jang, K. L.; Livesley, W. J. (Inggris) ”Heritability of Social Anxiety-Related Concerns and Personality Characteristics” A Twin Study”, New York: Viking, 2002. hal. 219-224.
f.         Arvey, R. D.; Bouchard, T. J. (Inggris) ”Genetics, Twins, and Organizational Behavior”, Greenwich, CT: JAI Press, 1994. hal. 65-66.
g.        Buss, A. H. "Personality as a Traits," American Psychologist, November 1989, hal. 1378-1388.
h.        Arvey, R. D. (Inggris) "Genetics, Twin, and Organizational Behavior," Research in Organizational behavior, vol. 16, Greenwich CT: JAI Press, 1994, hal 65-66.
i.          McCrae, R. R. (Inggris) "Reinterpreting the Myers-Briggs Type Indicator from the Perspective of the Five Factor Models of Personality," Journal of Personality, Ney York: Wiley, Maret 1989, hal. 17-40.
j.          "Identifying How We Think," Hardvard Business Review, Juli-Agustus 1997, hal. 114-115.
k.        McCrae, R. R. (Inggris) "Special Issue: The Five-Factor Model: Issue and Applications," Journal of Personality, Juni 1992. hal. 304-315.
l.          Judge, T. A. "A Rose by any Other Name," Personality Psychology in the Workplace, Washington DC: American Psychological Association, hal. 93-118.
m.      Snyder, M. "the Psychology of Self-Monitoring," Psychology Bulletin, Juli 2000, hal. 530-555.
n.        Friedman, A. (Inggris) Type A Behavior and Your Heart, New York: Alfre
o.        http://id.wikipedia.org/wiki/Kepribadian

TUGAS PERILAKU KONSUMEN IV


SIKAP  DAN MOTIVASI


A.    SIKAP

1.      Pengertian Sikap
Sikap adalah pernyataan evaluatif terhadap objek, orang atau peristiwa. Hal ini mencerminkan perasaan seseorang terhadap sesuatu.

2.      Komponen Utama Sikap

Sikap mempunyai tiga komponen utama: kesadaran, perasaan, dan perilaku. Keyakinan bahwa "Diskriminasi itu salah" merupakan sebuah pernyataan evaluative. Opini semacam ini adalah komponen kognitif dari sikap yang menentukan tingkatan untuk bagian yang lebih penting dari sebuah sikap komponen afektifnya. Perasaan adalah segmen emosional atau perasaan dari sebuah sikap dan tercermin dalam pernyataan seperti Saya tidak menyukai John karena ia mendiskriminasi orang-orang minoritas”. Akhirnya, perasaan bisa menimbulkan hasil akhir dari perilaku. Komponen perilaku dari sebuah sikap merujuk pada suatu maksud untuk berperilaku dalam cara tertentu terhadap seseorang atau sesuatu.

3.      Perilaku Mengikuti Sikap

Pada akhir tahun 1960-an, hubungan yang diterima tentang sikap dan perilaku ditentang oleh sebuah tinjauan dari penelitian. Berdasarkan evaluasi sejumlah penelitian yang menyelidiki hubungan sikap-perilaku, peninjau menyimpulkan bahwa sikap tidak berhubungan dengan perilaku atau paling banyak hanya berhubungan sedikit. Penelitian terbaru menunjukkan bahwa sikap memprediksi perilaku masa depan secara signifikan dan memperkuat keyakinan semula dari Festinger bahwa hubungan tersebut bisa ditingkatkan dengan memperhitungkan variabel-variabel pengait.

4.      Sikap Kerja Utama

Sikap kerja utama dibagi menjadi tiga, yaitu :

 

a.       Kepuasan kerja

Kepuasan kerja adalah perasaan positif tentang pekerjaan seseorang yang merupakan hasil dari evaluasi karakteristik-karakteristiknya.

b.      Keterlibatan pekerjaan

Keterlibatan pekerjaan adalah tingkat di mana seseorang memihak sebuah pekerjaan, berpartisipasi secara aktif di dalamnya, dan menganggap kinerja penting sebagai bentuk penghargaan diri.

c.       Komitmen organisasional

Komitmen organisasional adalah tingkat di mana seseorang memihak sebuah organisasi serta tujuan-tujuan dan keinginannya untuk mempertahankan keanggotaan dalam organisasi itu. Tiga dimensi terpisah komitmen organisasional adalah :
  • Komitmen Afektif
  • Komitemn Berkelanjutan
  • Komitmen Normatif


B.     MOTIVASI

1.      Pengertian Motivasi
Motivasi adalah proses yang menjelaskan intensitas, arah, dan ketekunan seorang individu untuk mencapai tujuannya. Tiga elemen utama dalam definisi ini adalah intensitas, arah, dan ketekunan. Berdasarkan teori hierarki kebutuhan Abraham Maslow, teori X dan Y Douglas McGregor maupun teori motivasi kontemporer, arti motivasi adalah alasan yang mendasari sebuah perbuatan yang dilakukan oleh seorang individu. Seseorang dikatakan memiliki motivasi tinggi dapat diartikan orang tersebut memiliki alasan yang sangat kuat untuk mencapai apa yang diinginkannya dengan mengerjakan pekerjaannya yang sekarang.
Berbeda dengan motivasi dalam pengertian yang berkembang di masyarakat yang seringkali disamakan dengan semangat, seperti contoh dalam percakapan "saya ingin anak saya memiliki motivasi yang tinggi". Statemen ini bisa diartikan orang tua tersebut menginginkan anaknya memiliki semangat belajar yang tinggi. Maka, perlu dipahami bahwa ada perbedaan penggunaan istilah motivasi di masyarakat. Ada yang mengartikan motivasi sebagai sebuah alasan, dan ada juga yang mengartikan motivasi sama dengan semangat.
Dalam hubungan antara motivasi dan intensitas, intensitas terkait dengan seberapa giat seseorang berusaha, tetapi intensitas tinggi tidak menghasilkan prestasi kerja yang memuaskan kecuali upaya tersebut dikaitkan dengan arah yang menguntungkan organisasi. Sebaliknya elemen yang terakhir, ketekunan, merupakan ukuran mengenai berapa lama seseorang dapat mempertahankan usahanya.

2.      Sejarah Teori Motivasi

Tahun 1950 an merupakan periode perkembangan konsep-konsep motivasi. Teori-teori yang berkembang pada masa ini adalah hierarki teori kebutuhan, teori X dan Y, dan teori dua faktor. Teori-teori kuno dikenal karena merupakan dasar berkembangnya teori yang ada hingga saat ini yang digunakan oleh manajer pelaksana di organisasi-organisasi di dunia dalam menjelaskan motivasi karyawan.

a.       Teori hierarki kebutuhan

Teori motivasi yang paling terkenal adalah hierarki teori kebutuhan milik Abraham Maslow. Ia membuat hipotesis bahwa dalam setiap diri manusia terdapat hierarki dari lima kebutuhan, yaitu fisiologis (rasa lapar, haus, seksual, dan kebutuhan fisik lainnya), rasa aman (rasa ingin dilindungi dari bahaya fisik dan emosional), sosial (rasa kasih sayang, kepemilikan, penerimaan, dan persahabatan), penghargaan (faktor penghargaan internal dan eksternal), dan aktualisasi diri (pertumbuhan, pencapaian potensi seseorang, dan pemenuhan diri sendiri).
Maslow memisahkan lima kebutuhan ke dalam urutan-urutan. Kebutuhan fisiologis dan rasa aman dideskripsikan sebagai kebutuhan tingkat bawah sedangkan kebutuhan sosial, penghargaan, dan aktualisasi diri sebagai kebutuhan tingkat atas. Perbedaan antara kedua tingkat tersebut adalah dasar pemikiran bahwa kebutuhan tingkat atas dipenuhi secara internal sementara kebutuhan tingkat rendah secara dominan dipenuhi secara eksternal.
Teori kebutuhan Maslow telah menerima pengakuan luas di antara manajer pelaksana karena teori ini logis secara intuitif. Namun, penelitian tidak memperkuat teori ini dan Maslow tidak memberikan bukti empiris dan beberapa penelitian yang berusaha mengesahkan teori ini tidak menemukan pendukung yang kuat.

b.      Teori X dan teori Y

Douglas McGregor menemukan teori X dan teori Y setelah mengkaji cara para manajer berhubungan dengan para karyawan. Kesimpulan yang didapatkan adalah pandangan manajer mengenai sifat manusia didasarkan atas beberapa kelompok asumsi tertentu dan bahwa mereka cenderung membentuk perilaku mereka terhadap karyawan berdasarkan asumsi-asumsi tersebut.
Ada empat asumsi yang dimiliki manajer dalam teori X, yaitu :
  • Karyawan pada dasarnya tidak menyukai pekerjaan dan sebisa mungkin berusaha untuk menghindarinya.
  • Karena karyawan tidak menyukai pekerjaan, mereka harus dipakai, dikendalikan, atau diancam dengan hukuman untuk mencapai tujuan.
  • Karyawan akan mengindari tanggung jawab dan mencari perintah formal, di mana ini adalah asumsi ketiga.
  • Sebagian karyawan menempatkan keamanan di atas semua faktor lain terkait pekerjaan dan menunjukkan sedikit ambisi.
Bertentangan dengan pandangan-pandangan negatif mengenai sifat manusia dalam teori X, ada pula empat asumsi positif yang disebutkan dalam teori Y, yaitu :
  • Karyawan menganggap kerja sebagai hal yang menyenangkan, seperti halnya istirahat atau bermain.
  • Karyawan akan berlatih mengendalikan diri dan emosi untuk mencapai berbagai tujuan.
  • Karyawan bersedia belajar untuk menerima, mencari, dan bertanggungjawab.
  1. Teori motivasi kontemporer
Teori motivasi kontemporer bukan teori yang dikembangkan baru-baru ini, melainkan teori yang menggambarkan kondisi pemikiran saat ini dalam menjelaskan motivasi karyawan.
Teori motivasi kontemporer mencakup :

ü  Teori kebutuhan McClelland

Teori kebutuhan McClelland dikembangkan oleh David McClelland dan teman-temannya. Teori kebutuhan McClelland berfokus pada tiga kebutuhan yang didefinisikan sebagai berikut :
    • Kebutuhan berprestasi : dorongan untuk melebihi, mencapai standar-standar, berusaha keras untuk berhasil.
    • Kebutuhan berkuasa : kebutuhan untuk membuat individu lain berperilaku sedemikian rupa sehingga mereka tidak akan berperilaku sebaliknya.
    • Kebutuhan berafiliasi : keinginan untuk menjalin suatu hubungan antarpersonal yang ramah dan akrab.

ü  Teori evaluasi kognitif

Teori evaluasi kognitif adalah teori yang menyatakan bahwa pemberian penghargaan-penghargaan ekstrinsik untuk perilaku yang sebelumnya memuaskan secara intrinsik cenderung mengurangi tingkat motivasi secara keseluruhan, teori evaluasi kognitif telah diteliti secara eksensif dan ada banyak studi yang mendukung.

ü  Teori penentuan tujuan

Teori penentuan tujuan adalah teori yang mengemukakan bahwa niat untuk mencapai tujuan merupakan sumber motivasi kerja yang utama. Artinya, tujuan memberitahu seorang karyawan apa yang harus dilakukan dan berapa banyak usaha yang harus dikeluarkan.

ü  Teori penguatan

Teori penguatan adalah teori di mana perilaku merupakan sebuah fungsi dari konsekuensi-konsekuensinya jadi teori tersebut mengabaikan keadaan batin individu dan hanya terpusat pada apa yang terjadi pada seseorang ketika ia melakukan tindakan.

ü  Teori Keadilan

Teori keadilan adalah teori bahwa individu membandingkan masukan-masukan dan hasil pekerjaan mereka dengan masukan-masukan dan hasil pekerjaan orang lain, dan kemudian merespons untuk menghilangkan ketidakadilan.

ü  Teori harapan

Teori harapan adalah kekuatan dari suatu kecenderungan untuk bertindak dalam cara tertentu bergantung pada kekuatan dari suatu harapan bahwa tindakan tersebut akan diikuti dengan hasil yang ada dan pada daya tarik dari hasil itu terhadap individu tersebut.

3.      Area motivasi manusia

Empat area utama motivasi manusia adalah makanan, cinta, seks, dan pencapaian. Tujuan-tujuan yang mendasari motivasi ditentukan sendiri oleh individu yang melakukannya, individu dianggap tergerak untuk mencapai tujuan karena motivasi intrinsik (keinginan beraktivitas atau meraih pencapaian tertentu semata-mata demi kesenangan atau kepuasan dari melakukan aktivitas tersebut), atau karena motivasi ekstrinsik, yakni keinginan untuk mengejar suatu tujuan yang diakibatkan oleh imbalan-imbalan eksternal, disamping itu terdapat pula faktor yang lain yang mendukung diantaranya ialah faktor internal yang datang dari dalam diri orang itu sendiri.


Referensi :
a.    http://id.wikipedia.org/wiki/Motivasi
b.    Mitchell, T. R. Research in Organizational Behavior. Greenwich, CT: JAI Press, 1997, hal. 60-62.
c.    Robbins, Stephen P.; Judge, Timothy A. (2008). Perilaku Organisasi Buku 1, Jakarta: Salemba Empat. Hal.222-232.
d.   A. Motivation and Personality. New York: Harper & Row, 1954, hal. 57-67.
e.    Robbins, Stephen P.; Judge, Timothy A. (2008). Perilaku Organisasi, Jakarta: Salemba Empat. Hal.229-239.
f.     McClelland, D.C. (Inggris) The Achieving Society, New York: Van Nostrand Reinhold, 1961, hal. 63-73.
g.    Cameron, J.; Pierce,W. D. (Inggris) Reinforcement, Reward, and Intrinsic Motivation: A Meta-Analysis, Review of Educational Research, 1994. hal. 363-423.
h.    Locke, E. A. Toward a Theory of Task Motivation and Incentive, Organizational Behavior and Human Performance, 1968, hal. 157-159.
i.      Early. ”Task Planning and Energy Expended: Exploration of How Goals Influence Performance, Jurnal Psikologi, 1987. hal. 107-114.
j.      Robbins, Stephen P.; Judge, Timothy A. (2008). Perilaku Organisasi, Jakarta: Salemba Empat. Hal.244-254.
k.    Wade, Carol; Tavris, Carol. Psikologi: Jilid 2, Jakarta: Erlangga, 2007, hal. 142-152
l.      Robbins, Stephen P. Perilaku Organisasi Buku 1, 2007, Jakarta: Salemba Empat, hal. 92-102.
m.  Breckler, S. J. (Inggris) "Empirical Validation of Affect, Behavior, and Cognition as Distinct Component of Attitude," Journal of Personality and Social Psychology, Mei 1984, hal. 1191-1205.
n.    Wicker, A. W. (Inggris) A Theory of Cognitive Dissonance, Stanford: Stanford University Press, 1957.
o.    Kras, S. J. "Attitudes and Prediction of Behavior," Personality and Social Psychology Bulletin, Januari 1995, hal. 58-75.
p.    Meyer, J. P. "Commitment to Organizations and Occupations," Journal of Applied Psychology, 1993, hal. 538-551.